Jika anda pernah bepergian ke daerah terdampak Corona.
Harap segera melapor dengan meng-klik tombol ini !.
LAPOR
DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK
DAN KELUARGA BERENCANA
KABUPATEN KAPUAS HULU
 
Bahas Kesehatan Reproduksi PUS/Catin, Dinkes PP dan KB Adakan Pertemuan Orientasi
Putussibau, Selasa 09 Aug 2022

 

PUTUSSIBAU - Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes PP dan KB) Kabupaten Kapuas Hulu melaksanakan pertemuan Orientasi Petugas Kesehatan dalam Melakukan Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi PUS/CATIN Tahun 2022.

Kegiatan yang digelar di Aula kantor Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kapuas Hulu itu berlangsung dari Tanggal 4 - 6 Agustus 2022 yang diikuti oleh perwakilan dari 23 Puskesmas se Kapuas Hulu, masing-masing 23 orang Bidan Koordinator dan 23 orang penanggung jawab / PJ program Catin.

Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kapuas Hulu H. Sudarso, S.Pd.,MM menjelaskan, kegiatan tersebut bertujuan untuk memantapkan pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu dalam mendukung akselerasi pencapaian indikator akses universal kesehatan reproduksi. 

"Kegiatan ini juga menjadi upaya agar terindentifikasinya pelayanan kesehatan reproduksi terpadu," kata Sudarao.

Disamping itu, tersosialisasinya lembar balik kesehatan reproduksi bagi calon pengantin, teridentifikasinya hambatan atau permasalahan dalam implementasi pelayanan kesehatan reproduksi terpadu.

"Dan tersusunnya kesepakatan dan rencana tindak lanjut akselerasi pencapaian indikator akses universal kesehatan reproduksi terpadu dan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin," jelas Kadinkes PP dan KB Kabupaten Kapuas Hulu ini.

Lebih lanjut Sudarso menjelaskan, dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 telah mencantumkan kesehatan reproduksi pada pasal 71 ayat 1, selanjutnya untuk menjamin setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan dapat dipertanggung jawabkan, maka pemerintah telah menetapkan peraturan pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi.

"Seiring dengan berjalannya waktu, permasalahan terkait isu-isu kesehatan reproduksi juga semakin meningkat, rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi tercermin dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)" ungkap Sudarso.

Menurutnya, kematian ibu merupakan hasil dari interaksi berbagai aspek-aspek sistem pelayanan kesehatan, maupun faktor-faktor non kesehatan yang mempengaruhi pemberian pelayanan klinis dan terselenggaranya sistem pelayanan kesehatan secara optimal. 

"Oleh karena itu, diperlukan kesamaan persepsi dan pengertian dari semua pihak mengenai pentingnya dan peran sebagai aspek tersebut dalam penanganan masalah kematian ibu sehingga strategi untuk mengatasinya harus merupakan integrasi menyeluruh dari berbagai aspek tersebut," ucap Sudarso.

Disampaikan Sudarso, meningkatkan derajat kesehatan ibu harus dilaksanakan secara komprehensif. Intervensi tersebut tidak bisa hanya dilakukan di bagian hilir, namun juga harus ditarik ke hulu, dengan memastikan setiap anak dan remaja dapat tumbuh dan berkembang secara sehat. 

"Disamping itu perlu pemberian bekal pengetahuan tentang kesehatan reproduksi secara komprehensif bagi usia dewasa muda/calon pengantin yang akan memasuki gerbang pernikahan," tambahnya.

Dengan demikian kata Sudarso, kelak mereka akan siap menjadi orang tua yang dapat menjalani masa kehamilan, persalinan, dan nifas secara sehat serta melahirkan generasi yang berkualitas.

Dikatakan Sudarso, dalam rangka pemberian pengetahuan dan informasi kesehatan reproduksi bagi usia dewasa muda/calon pengantin, Kementrian kesehatan telah menyusun Lembar balik Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin, Tahun 2009. 

"Berdasarkan hasil monitoring , pelayanan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin belum dilaksanakan secara optimal. Untuk memudahkan implementasi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) bagi calon pengantin di lapangan, maka dibutuhkan sosialisasi media KIE kesehatan reproduksi bagi calon pengantin," ujar Sudarso.

Dalam mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi melalui keterpaduan pelayanan, maka diperlukan kegiatan peningkatan kapasitas pengelola program dalam pelayanan kesehatan reproduksi terpadu, sekaligus mensosialisasikan Lembar balik tentang kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin.

"Dari hasil kegiatan tersebut diharapkan implementasi PKRT dan Orientasi KIE kesehatan reproduksi bagi calon pengantin dapat berjalan optimal," pungkas Sudarso. (*)